12/11/2008

Jika Industri Anda Berupa Bank, Jual Jasanya Murah, Niscaya Akan Unggul

Jika anda kuliah MM atau MBA pasti masih ingat teori generic dari Michael Porter. Ia menyarankan agar memilih strategi: murah (cost leadership), berbeda (differentiation), dan focus (focus). Dari risetnya, dan juga diikuti oleh para peneliti lain, secara tegas memilih salah satu strategi, secara signifikan lebih unggul daripada memilih strategi gado-gado.

Memilih strategi gado-gado, memang sangat mengasyikkan. Contoh, daripada memilih kutub ekonomi sosialis atau kapitalis, kita memilih ekonomi Pancasila. Di dunia bisnis juga seperti itu. Penginnya jualannya murah, dan juga bermacam-macam sehingga orang akan datang ke toko kita.

Riset yang dilakukan oleh Powers dan Hahn (2004) makin menunjukkan pentingnya memilih satu dari strategi generic tadi. Mereka melakukan studi sebanyak 98 bank di New England Amerika Serikat. Mereka ingin mendapatkan strategi apakah yang menyebabkan suatu bank unggul dibanding bank lainnya. Mereka menggunakan alat ukur ROA (Return on Assets). Ukuran ROA ini adalah ukuran kinerja yang umum digunakan untuk menilai kinerja bank. Gampangnya, dari asset yang dimiliki berapa keuntungan yang bisa diperoleh dari asset itu.

Ketika anda ke BCA, apa yang anda temui? Banknya padat bukan dengan nasabahnya? Bagaimana ketika anda ke Bank Niaga? Tidak terlalu ramai namun nyaman, tenang, satpamnya ramah dan anda senang di bank itu bukan? Jika anda sebagai pemilik bank, anda pilih tipe mana dari kedua bank itu? Pasti, inginnya ramai dan juga nyaman bukan? Itu pula yang juga diusahakan oleh BCA, ramai, namun tetap nyaman. Tapi mana yang kinerjanya dalam jangka panjang lebih menguntungkan? Terus terang saya tidak berani memberikan komentar apa-apa karena saya tidak meneliti kinerja kedua bank itu.

Dengan analisis statistik dan modelnya yang ruwet, peneliti tadi mendapatkan hasil yang bisa memberi pencerahan kepada kita semua.

Bank-bank yang unggul dalam jangka panjang adalah bank yang menekankan pada cost leadership. Artinya layanannya murah, bunga pinjamannya murah. Bank-bank murah itu ternyata jauh lebih unggul dibanding bank yang memakai strategi gado-gado atau istilahnya stuck-in-the-middle. Namun bank yang stuck-in-the-middle (gampangnya mereka ini strateginya berupa mengikuti strategi para pesaingnya saja) ini ternyata masih lebih unggul dibanding bank yang memilih salah satu strategi apakah diferensiasi atau focus.

Penelitian ini memberi kita informasi, pada industri perbankan ternyata sangat sulit mengajak nasabah untuk membayar lebih agar mendapat pelayanan yang lebih bervariasi, yang lebih tinggi. Mereka inginnya mendapat bunga yang rendah ketika akan pinjam uang. Bahkan kenyamanan yang ditingkatkan, satpam yang ramah, pegawai yang cantik-cantik ternyata tidak mampu mendongkrak kinerja keuangan dalam jangka panjang.

Di dalam industri yang dewasa (mature) dan produknya relative homogen seperti dunia perbankan ternyata cukup sulit untuk memperoleh keunggulan ekonomi dari sumber daya yang ada.

Solusinya? Dengan melihat value-chain-nya. Rantai nilai ini meliputi aktivitas-aktivitas yang menambah nilai mulai dari produksi, delivery hingga pemasaran. Untuk industri bank, bisa kita lihat pada proses penyelenggaraan jasa itu. Periksa komponen utama dari biaya, biasanya komponen biaya sdm menjadi biaya yang besar.

Kredit macet dan teknologi informasi juga punya andil yang besar dalam biaya. Agar terhindar dari kredit macet, proses pemberian kredit dapat lebih ditingkatkan kualitas prosesnya tanpa membuat nasabah jengkel karena prosedurnya berbelit. Untuk teknologi informasi, konsep resource sharing dengan bank lain bisa difikirkan. Sedangkan SDM, outsourcing tenaga non-bank sebaiknya dikaji feasibilitasnya.

Kesimpulan penelitian di atas adalah, jika anda industri bank, sebaiknya pikirkan serius tentang cost leadership ini..

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda